Kasmin Pratama

DEPAN | PROFIL | GALERY | HANDPHONE | TELEKOMUNIKASI | BUTONKOE | KRITIK & SARAN | HUBUNGI

GSM1x, Kompromi CDMA2000 dan GSM

Kehadiran Telkomflexi dari Telkom yang kemudian disusul dengan produk Esia dari Ratelindo dan akan segera menyusul layanan dari Mobile-8 dimana ketiganya berbasis teknologi CDMA 2000—baik itu CDMA 2000-1x maupun CDMA 2000-1x EV-DO —memang sedikit banyak menimbulkan permasalahan pada sisi operator seluler berbasis GSM.

Bagaimana tidak, ketika hampir seluruh operator GSM mulai mengaktifkan layanan GPRS yang mengedepankan layanan ‘always connected’ ke jaringan dan kemampuan mengirim data, suara dan image serta tentunya koneksi ke Internet, ternyata justru kehadiran CDMA menjadi sebuah booming yang lebih heboh dan bahkan sampai sekarang jumlah pelanggan semakin bertambah dengan cepat. Terutama karena layanan ini menjanjikan tarif yang lebih murah.

Pertanyaan yang mengemukan adalah apakah yang akan terjadi pada jaringan GSM yang telah eksis ini? Apakah harus dilakukan set up ulang jaringan yang berarti harus melakukan re-investasi lagi? Apakah mungkin terjadi aliansi antar operator GSM melawan operator CDMA? Atau apakah bisa mengkompromikan antara layanan berbasis GSM dan CDMA?

Salah satu ide yang adalah melakukan konvergensi antar jaringan yang ada, yaitu platform GSM dan CDMA—dalam hal ini CDMA 2000. GSM1x, demikian istilah yang diberikan pada keseluruhan jaringan yang ‘digabung’ tersebut. Kedua jaringan tersebut digabungkan dengan sebuah sistem media yang berfungsi mengkonversi (mengubah) protokol dari masing-masing jaringan.

GSM1x bisa dikatakan sebuah lompatan bagi operator GSM yang ingin menggelar layanan wireless generasi ketiga (3G). GSM1x dikembangkan oleh Qualcomm, perusahaan pemegang lisensi atas teknologi CDMA, dengan memanfaatkan jaringan inti (core networks) GSM sebagai jaringan utamanya, dan memanfaatkan BTS (Base Transceiver Station) dari CDMA 2000-1x sebagai interface ke handset (ponsel) pelanggan. Seperti diketahui bahwa keunggulan GSM adalah dari coverage area yang luas, sementara CDMA justru memiliki coverage area yang lebih sempit, namun unggul pada sisi kapasitas bandwidth yang lebih besar dan efisiensi spektrum frekuensi. Diharapkan dengan begitu, layanan mampu mencakup area yang cukup luas dan mampu mentransfer data lebih besar dan lebih cepat.

Sebenarnya dengan teknoogi GPRS yang telah dimiliki oleh operator GSM—Telkomsel, Satelindo dan Excelcomindo—‘status’ mereka adalah operator generasi dua setengah (2,5G) dan bukan lagi 2G. Dengan adanya layanan GPRS maka pengguna akan merasakan layanan yang selalu terhubung (always connected) meskipun tidak sedang menggunakan layanan GPRS. Oleh karena itu, jika hendak menggelar layanan 3G, ada tiga opsi yang bisa dilakukan:
Pertama, menggelar layanan EDGE (Enhance Data Rate for Global Evolution) yang tetap berbasis jaringan GSM yang telah eksis. EDGE menggunakan struktur kanal, perencanaan frekeuensi, protokol dan coverage area yang sama dengan jaringan GSM yang telah ada. EDGE memberikan perbaikan standar pada interface (antar muka) radio GSM yang akan mampu memberikan data rate lebih tinggi, juga meningkatkan efisiensi pemakaian spektrum untuk layanan data. EDGE mampu melayanai 3 kali lebih banyak dari layanan GPRS, yang berarti menaikkan data rate 3 kali. Dengan begitu, EDGE memberikan layanan yang sama dengan layanan WCDMA, namun dengan kecepatan transfer data yang lebih rendah.
Kedua, menggelar layanan CDMA berbasis GSM yang disebut WCDMA (Wideband CDMA). Permasalahan yang dijumpai tentu terkait dengan investasi yang jauh lebih besar dibandingkan implementasi EDGE. Selain itu, dari perangkat handset yang ada sekarang juga belum ada yang mendukung multi-mode, GSM/GPRS/WCDMA. Ini bisa menjadi satu persoalan tambahan dimana infrastruktur siap, namun terminal belum tersedia.

Ketiga, melakukan konvergensi layanan CDMA dan GSM dengan menggelar layanan GSM1x pada band GSM. Layanan ini berguna bagi pengguna yang membutuhkan roaming GSM-CDMA 2000 maupun tidak. Bagi yang membutuhkan roaming, tentu saja handsetnya berkemampuan dualmode, GSM/CDMA, sementara yang tidak membutuhkan roaming hanya cukup berponsel GSM saja atau CDMA saja.
Untuk penggelaran GSM1x ini perlu dilakukan pembebasan 1,23 MHz rentang frekuensi GSM yang ada untuk digunakan oleh CDMA 2000-1x yang memiliki kemampuan kapasitas data sampai dengan 350 Kbps atau CDMA 2000-1x EV-DO sampai dengan 1.500 Kbps. Cara lain adalah dengan menggunakan frekuensi dimana CDMA 2000-1x dapat beroperasi, misalnya pada frekuensi 800, 900, 1800, 1900, dan 2100 MHz.
Bisa dikatakan bahwa GSM1x akan mengeksploitasi keunggulan masing-masing teknologi—GSM maupun CDMA—dengan menggabungkan kelebihan GSM dalam aplikasi-aplikasi dan coverage areanya dan kelebihan CDMA yang memiliki kapasitas lebih besar dan efisien dalam operasi frekuensinya.

Pilihan ketiga ini memang agaknya cukup feasible bila diterapkan oleh para operator GSM, terutama dilihat dari time-to-market dan biaya investasinya. Time-to-market berarti kapanpun operator GSM akan beralih ke GSM1x maka infrastruktur jaringan maupun terminal (handset) yang mendukung platform GSM dan CDMA sudah mulai tersedia. Salah satunya adalah Samsung Electronics yang menyatakan merilis handset yang mendukung kedua platform tadi. Samsung sendiri memproduksi handset GSM, CDMA 2000 dan bahkan memegang proyek pembangunan jaringan CDMA milik operator baru, Mobile-8.
Biaya investasi berarti bahwa operator GSM yang ingin beralih ke GSM1x dapat melakukan investasi untuk BTS CDMA 2000, dan cukup melakukan penambahan komponen GSM1x mobile switching node tanpa melakukan modifikasi apa pun pada jaringan GSM yang ada.
Pilihan lainnya adalah dengan melakukan penambahan GSM1x global gateway dan melakukan kerja sama dengan operator CDMA yang ada tanpa perlu adanya modifikasi jaringan yang ada, baik GSM maupun CDMA 2000. Dengan begitu ada kemungkinan terwujudnya konvergensi jaringan GSM/GPRS Telkomsel dengan jaringan CDMA Telkom. Atau jaringan GSM/GPRS Satelindo dengan jaringan CDMA Indosat. Secara keseluruhan biaya investasi yang diperlukan relatif kecil karena seluruh komponen jaringan yang ada tetap dapat dipergunakan.
Beberapa ponsel CDMA 2000 yang beredar sekarang juga sudah menggunakan kartu SIM seperti pada GSM, yang pada CDMA 2000 dikenal dengan nama RUIM (Removable User Identity Module). Agaknya hal ini bisa menjadi salah satu pendorong konvergensi menuju GSM1x. Karena slot pada RUIM sama dengan slot pada kartu SIM maka pelanggan dapat saja menggunakan ponsel CDMA 2000-1x yang memiliki slot ini dan memasukan kartu SIM GSM, sehingga dapat digunakan sebagai ponsel GSM1x dengan beberapa software upgrade secara otomatis dari operator GSM atau CDMA saat pertama kali dihidupkan. Hal yang sama juga berlaku sebaliknya, pongguna GSM juga dapat menggunakan fasilitas CDMA 2000 jika dia berada di wilayah dimana dia terdaftar sebagai subscriber CDMA.
Yang perlu ditunggu adalah hadirnya ponsel yang bukan hanya dual-mode namun juga dual-slot. Dengan begitu pelanggan GSM maupun CDMA tidak perlu repot-repot memasang dan melepas kartunya (SIM atau RUIM) ketika akan berpindah layanan. Cukup dengan mematikan ponsel kemudian menyalakan kembali dan di menu awal ada pilihan karingan yang akan digunakan, GSM atau CDMA. Hebat bukan?
Operator yang telah menerapkan GSM1x adalah China Unicom, salah satu operator terbesar di Cina ini menggelar layanan percobaan untuk melihat performansi dan kemampuan roaming baik CDMA dan GSM dengan GSM1x ini. Selain itu, Vodafone juga melakukan percobaan yang sama pada jaringan GSM/GPRS di Eropa dan CDMA di Amerika. Tampaknya mereka ingin menjajaki roaming antara keduanya tanpa perlu penggantian ponsel.
Patut ditunggu gebrakan dari masing-masing operator—GSM maupun CDMA, dan tentu saja dari pihak pembuat kebijaka (regulator) dalam hal ini Dirjen Postel mengenai kebijakan yang akan diambil dalam ‘menyelamatkan’ bisnis di dunia telekomunikasi seluler ini. Karena memang tidak bisa dipungkiri bahwa dalam jangka panjang bisnis GSM akan terancam dengan kahadiran CDMA ini.

<<<Kembali